Rabu, Juni 03, 2009

TERORIS vs ZIONIST

TERORIS VS ZIONIS


Semuanya berteriak, tetapi dengan suara yang berbeda. Semuanya bereaksi, tetapi dengan cara yang berbeda. Dari teriakan dan aksi-aksi mereka disambut dengan tanggapan dan reaksi sesuai suara dan cara mereka.
Tetapi tahukah Anda, niat masing-masing yang tersembunyi di balik tirai hati mereka. Anda berhak menganggap mereka penjahat ataupun pahlawan. Kalau penjahat, Anda bisa menunjukkan siapa yang mereka zhalimi, kalau pahlawan pun, siapa yang dibela, Anda boleh menyebutnya.
Bom meledak,...................................”teroris !”
Rumah ibadah terbakar,.................................”teroris !”
Aksi bom bunuh diri,............................................”teroris !”
Fanatik pada suatu agama,...................................”teroris !”
Mengapa hanya satu kata itu yang terus berulang ? Mungkinkah modus dari semua aksi-aksi itu sama ataukah sumber pelakunya memang sama ? Hanya satu ? Tidak, tidak. Tidak akan kuteruskan pertanyaan yang tak butuh jawaban itu. Karena mungkin Anda akan menuduhku berpihak atau mendukung satu atau keseluruhan aksi-aksi mereka. Maaf, aku berburuk sangka seperti itu, tetapi dapatkah Anda menunjukkan sikap waspada yang lebih aman daripada kecurigaan yang intinya buruk sangka itu ?
Pernahkah Anda juga bertanya setidaknya di dalam hati : Siapa yang meneriakkan satu kata itu ? Anda mengerti kan, maksudku ? Okey, bertanya ataupun tidak, itu hak Anda. Untuk lebih aman, kita sama-sama diam. Dan marilah kita saksikan anak-anak dan wanita yang dibantai, diusir ataupun mengungsi dari tanah kelahirannya. Di sekitarnya berdesingan suara meriam, peluru-peluru kendali, roket-roket penghancur yang siap meluluh-lantakkan apa saja yang digapainya. Peluru-peluru itu tak punya mata, roket-roket itu tak punya hati. Tapi peluru dan roket itu tidak terbang dengan sendirinya, kawan....!
Baik, Anda katakana itu adalah sebagai bagian dari upaya memberantas para teroris. Ataupun tindakan untuk membela bangsa dan tanah air. Dan bolehlah Anda menyebut mereka pahlawan yang meminta tumbal darah dan air mata, anak-anak yang kehilangan orang tua, istri-istri yang menjadi janda, perumahan dan fasilitas publik yang rata dengan tanah.
Sekarang, marilah kita menarik nafas dalam-dalam untuk mensuplai oksigen ke otak kita. Selanjutnya dapatlah kita berfikir jernih sehingga dapat kita saksikan bercak-bercak yang tersisa di setiap alur kehidupan ini. Tenangkan hati untuk tidak terburu menilai, karena salah kita menilai, akan salah pula kita bersikap dan bertindak. Tang jelas, memilih jalan yang benar dan teguh memegang kebenaran “tidak sah” dikatakan teroris. Dan melenyapkan stigma “terorisme” sama sulitnya dengan melawan “zionis”. Siapa pun yang salah, jangan katakan “akulah yang paling benar”.
Bontang Lestari, 08 Agustus 2006

0 komentar:

Posting Komentar

 
;