Senin, Desember 28, 2009 0 komentar

EMPAT TAHUN MENJALIN KEBERSAMAAN

Sebuah Dedikasi untuk SMA Hidayatullah Bontang
Oleh : Bun Yamin (Guru SMA Hidayatullah Bontang tahun 2002 – 2006)

Gedung SMA Hidayautullah Bontang


“Bekerja dengan cinta” dalam bahasa Kahlil Gibran tidaklah berlebihan dibandingkan “Dunia panggung sandiwara” dalam syair Ahmad Albar. Cinta merupakan kepasrahan sadar dalam lingkar ketulusan dan bukan kepura-puraan yang dipatok dalam penjara keterpaksaan. Melakoni setiap langkah harus dapat dinikmati dan ini hanya dapat terwujud dengan merasai setiap gerak sebagai cinta yang terejawantah. Kalau hanya sandiwara, maka setiap pemeran sadar akan akhir suatu cerita, sementara hidup adalah peran yang tak pernah disadari akhir kisahnya. Peranan dapat berubah setiap saat, tetapi citra sebagai makhluk ‘penghamba’ tidak dapat lepas, sehingga bekerja haruslah merupakan manifestasi penghambaan kepada Yang Tercinta. Mungkin inilah setitik keyakinan yang kuupayakan dalam setiap ayunan langkahku menapaki setiap jalur dalam alur kisah kehidupanku.

Pertengahan tahun 2002, awal sebuah peran yang kujalani dengan segala keterbatasan, kupatrikan tekad untuk membangun makna bahwa hidup adalah sebuah pelayanan. Banyak godaan dan bujuk rayu silih berganti, berlalu ataupun hinggap di benakku mencoba menakut-nakuti dengan keputusasaan atau mengiming-imingi harapan indah yang semestinya kuraih dalam sekejap. Tidak perlu munafik, keputusasaan dan mimpi-mimpi kadang mendominasi alam pikiranku, tetapi aku mencoba bertahan di pelataran nurani dengan segala daya. Kuyakinkan diri, tugas mulia ini tidak boleh disia-siakan. Ini tanggung jawab besar dan tidak banyak orang yang sanggup memikulnya. Di antara orang-orang yang memiliki kesanggupan, ternyata banyak yang tidak bersedia menerimanya. Karena aku menyatakan siap dalam bathinku, ketaksanggupan harus kuubah menjadi kesanggupan walaupun kenyataan nantinnya berkata lain. Aku harus siap dan ridha dengan segala pujian dan makian sebagai konsekuensi pernyataan bathinku.

Waktu berjalan dengan langkah-langkah berat, tetapi tak ada kata berhenti atas nama kelelahan, kebosanan, kejenuhan dan kejemuan. Cita ideal tetap kuusung tinggi-tinggi meski dengan tetesan keringat darah dan bah air mata harus mengiringi langkah-langkahku. Kutepis segala keraguan dan perjalanan harus kuteruskan. Hantu –hantu ‘putus asa’ dan ‘rasa rendah diri’ mencoba menawarkan ‘jasa kengerian’. Aku tak boleh kalah dan harus menang dalam setiap tahap pertarungan. Menang hari ini harus kubalas dengan menang dan menang lagi. Sukses tidak boleh dinilai dengan standar ganda, dan standar idealnya Ridha Allah SWT. Tetapi jangan sampai hal ini hanya pelarian dari ketakberdayaan diri dalam persaingan duniawi. Aku selalu bertanya dan meminta kejujuran bathinku untuk menjawab karena aku selalu takut dan curiga jangan sampai kemunafikanlah yang mendasari setiap langkahku. Berbahaya! Ini tak boleh dibiarkan. Aku harus selalu berkaca dalam kebeningan nurani, seperti apa tampang dari wajah bathinku yang tersembunyi di balik kepatuhan ragaku.

Banyak hal yang tak dapat terkata karena kesibukan menata emosi; pikiran yang tak terarah, semangat yang kembang-kempis dan ambisi yang mengebu-gebu. Hitungan detik kadang terasa begitu lama, tetapi pada kesempatan lain hitungan tahun terasa terlalu singkat. Semuanya terjadi karena sistem pembacaan emosi yang selalu mengalami fluktuasi dari skala dasar keceriaan sampai skala puncak kejenuhan. Begitulah pergantian cuaca dan musim emosi mengiringi pergantian waktu yang berpacu dalam kelajuan konstan tanpa dapat dihentikan dengan gaya apa pun (hukum I Newton tidak berlaku).

Mengemban tugas sebagai pendidik yang sejak awal kukisahkan dalam tulisan ini memang bukan tugas yang dapat dianggap enteng tetapi yang lebih sering terjadi adalah pendidik yang dipandang enteng di tengah masyarakat. Apalagi jika ia hanya ‘pendidik karbitan’ yang mengejar target jam mengajar agar mendapat upah. Sungguh menyedihkan dan patut dikasihani, bukan karena kekurangan materi yang nyata diperolehnya, tetapi karena kegersangan jiwa yang telah melanda bathinnya. Menjadi seorang pendidik tak selayaknya dipandang sebagai pangkat duniawi berbasis materi, tetapi ia adalah predikat pejuang yang harus lebih merindukan kesyahidan sebagai gelar anumerta dari Tuhannya. Mungkin terlalu ideal bagi manusia yang masih memandang kesuksesan dengan standar materi, tetapi ini juga terlalu indah bagi mereka yang telah menerjunkan diri dalam lautan cinta dan samudra kasih yang selalu merindukan pertemuan dengan Tuhannya.
Pernah berdiri di depan kelas ini sebagai 'tuan guru'

Aku berharap, idealisme yang kupegang bukan untuk sekedar menghibur diriku yang dalam pandangan dunia hanyalah rumput kering yang tersisa di tanah yang tandus. Dan jika boleh berharap yang lebih besar, aku tidak ingin memandang diriku lebih mulia hanya karena melihat kemuliaan dan kehinaan dengan pandangan universal yang acuannya adalah Ridha Allah. Selanjutnya aku pasrahkan hatiku kepada Allah yang dapat membolak-balikkan arah geraknya, semoga selalu dituntun ke arah jalan yang diridhai-Nya. Aku harus lebih banyak bersyukur, karena sejak menjalankan tugasku sebagai pendidik, begitu banyak pelajaran berharga yang kudapatkan. Aku seperti kembali menuntut ilmu di bangku kuliah dan bahkan lebih dari itu, ilmu yang kuperoleh harus dapat kubagi dengan segala daya harus kuupayakan untuk dapat melakukannya. Namun kesedihan tak dapat jua kututupi ketika aku merasa tak sanggup dan gagal memainkan peranku sebagai pendidik. Yang harus terus kupertahankan adalah semangatku untuk mencari ide dan solusi atas segala permasalahan apapun yang kuhadapi. Jika harus merasa gagal menjalankan tugas utamaku sebagai martyr di garis terdepan pendidikan anak bangsa, aku tetap harus meyakini hal ini sebagai proses betahap dan dengan kesungguhan penuh untuk meraih sukses yang gemilang di kemudian hari. Sukses yang kumaksudkan bukanlah prestasi material, tetapi kebanggan yang tiada tara ketika menyaksikan anak-anak didik yang sempat berinteraksi langsung dengan bidang ilmu yang kufasilitasi meraih kemampuan yang lebih dari yang kuharapkan. Aku kira inilah harapan yang diidam-idamkan dan kebanggaan yang selalu manis untuk dikisahkan oleh seorang pendidik.

Yang lebih menyejukkan jiwaku, aku bisa mengabdi di sebuah lembaga yang mengintegrasikan keyakinan dengan ilmu yang sejalan dengan praktek amaliah sehari-hari. Sungguh ini adalah pemandangan indah yang kuharapkan dapat kusaksikan setiap saat di mana pun. Karena dengan beginilah, pendidikan akan berinteraksi dengan hidup yang sebenarnya yaitu membangkitakan kesadaran tentang kemakhlukan diri yang menghamba kepada Pencipta alam semesta. Di sini wajah pendidikan ‘dibersihkan’ orientasinya dari yang bergerak dengan dorongan materi duniawi menjadi orientasi ruh ukhrawi. Kecerdasan universal yang diharapkan dalam orientasi ini adalah bangkitnya potensi diri menjadi kekuatan yang dapat menaklukkan dunia materi dan meletakkan segalanya di bawah kepentingan hidup yang hakiki pasca dunia. Semoga ini bukan utopia belaka, tetapi harapan nyata yang dapat diwujudkan dengan kesungguhan dan asa yang tak pernah putus pada Kasih dan Pertolongan Allah.
Di sini dulu biasa berdiri saat apel pagi

Namun kelebihan yang ada di lembaga ini kiranya tak perlu dirasakan sebagai kehebatan yang membuat kita lengah terhadap kekurangan kita. Karena jangan sampai identitas yang kita pasang hanya muncul dalam bentuk simbolis tanpa isi. Ketika kita tampil dengan model pendidikan berbasis syariah, maka kita harus meyakinkan masyarakat di sekitar kita bahwa hanya model seperti inilah yang paling sesuai dengan tuntutan zaman yang akan membawa kesuksesan hidup dunia-akhirat. Bahwa kegagalan-kegagalan bebagai sistem dalam membentuk perilaku dan membangun peradaban ilmu yang bermartabat semuanya diakibatkan kesalahan meletakkan dasar pendidikan. Argumen-argumen seperti ini harus dapat dikuatkan dengan menunjukkan bukti nyata dari produk system terbaik yang ditawarkan. Produk sistem tersebut berupa out put pendidikan yang menghasilkan manusia-manusia yang fasih membaca zaman dan terampil merakit pola kehidupan yang kokoh serta lebih siap menghadapi hidup pasca dunia.

Jika pada akhirnya aku harus beralih peran dari pengabdian di lembaga Pendidikan Hidayatullah, harpan-harapanku takkan pernah putus untuk dapat menyaksikan Hidayatullah tampil sebagai pioneer pendidikan yang tangguh, mampu melahirkan insan-insan tercerahkan, menjadi tonggak bangunan peradaban serta para mujahidnya selalu siap menumpahkan dara kesyahidan demi tegaknya kalimat tauhid. Dan pada peranku yang lain nantinya aku berharap dapat tetap konsisten memegang idealisme serta tetap komitmen membangun makna hidup sebagai sebuah pelayanan, terutama bagi pendidikan.

Sekarang pake netbook, di sini dulu saya masih mengandalkan 
spidol dan whiteboard

Kini aku harus menyampaikan terima kasih kepada semua warga Pondok Pesantren Hidayatullah serta semua kawan sejalan atas penerimaannya dan permaklumannya terhadap segala kekurangan dan kelemahan diriku. Aku percaya bahwa persaudaraan dan kasih sayang telah menyibakkan tirai keakuan sehingga tak ada ruang untuk menempatkan penyakit-penyakit di hati kecuali telah tercampakkan dengan kemaafan yang senantiasa siaga tanpa diminta. Kepada bapak Ustadz H. Jamaluddin Ibrahim, dengan tanpa melebihkan atau mengabaikan yang lain, aku ingin mengucapan terima kasih atas kepercayaan yang beliau titipkan, namun aku minta maaf sekiranya amanah itu tak dapat aku tunaikan dengan baik. Dan kepada bapak Drs. Nurdin AR. Yang menyertakan aku dalam menggarap lahan pendidikan di SMA Hidayatullah, semoga tetap ridha andai harus melepas segala tanggung jawabku. Jika kegagalan adalah sukses yang tertunda, maka kini aku telah sukses menyaksikan kegagalanku memberikan yang terbaik bagi SMA Hidayatullah. Kepada para santri SMA Hidayatullah yang senantiasa menyejukkan hatiku, aku titipkan semangat dan harapanku semoga kejayaan Islam berawal dari perjuangan kalian menuntut ilmu di sekolah ini. Akhirnya kepada bapak pimpinan Pondok Pesantren Hidayatullah Cabang Bontang, Bapak H. Sofyan Sumlang, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya jika kebersamaanku di Pesantren Hidayatullah tidak sesuai dengan harapan yang menjadi visi dan misi Hidayatullah.

Bontang, Juni 2006
Jumat, Oktober 16, 2009 0 komentar

Mudik Idul Fithri 1430 H





0 komentar

Mudik Idul Fithri 1430 H





Kamis, Oktober 15, 2009 0 komentar

Mudik Idul Fithri 1430 H





Jumat, Oktober 09, 2009 0 komentar

Mudik Idul Fithri 1430 H





0 komentar

Mudik Idul Fithri 1430 H






Berkumpul kembali dengan keluarga besar dalam suasana Idul Fithri 1430 H. Hari-hari istimewaku
Senin, Agustus 17, 2009 1 komentar

Kado HUT RI KE-64


Enam puluh empat tahun
Enam puluh ditambah empat
Kan kutiupkan lilinmu dengan nafas semangatku
Kan kupanjatkan doa bahagiamu dari hati yang diselimuti cinta

Engkau
Yang hari ini kutatap dengan kelembutan bathinku
Berdiri tegar bagai karang di antara terjangan gelombang:
Kemiskinan yang merata
Korupsi yang tak kenal kasta
Kekayaan alam yang melimpah tumpah entah ke mana

Selamat ulang tahun negeriku
Di sini aku memulai tangisku
Di sini aku belajar memahami senyumku
Di sini aku melihat mentari membuka hari pagiku
Di sini
Telah kutemui semua tentang diriku dan harapan masa depanku

Enam puluh empat tahun
Enam puluh ditambah empat
Dan lebih banyak lagi pahlawanmu yang mengakhiri nafas di pangkuanmu
Mengalirkan darah demi keutuhan cintamu

Kini engkau bertutur tentang cita-citamu
Tentang kedaulatan negeri di antara bangsa-bangsa
Tegaknya keadilan yang membuka setiap mata
Kebenaran yang mengalun syahdu di telinga
Menggerakkan setiap hati untuk berseru:
''AKU MENCINTAIMU INDONESIAKU !''

Tak akan terdengar lagi
Tangisan bayi yang terlepas dari susuan ibunya
Rayuan pengemis yang setia menjaga di perempatan
Ratapan margasatwa yang kebingungan mencari sarangnya
Tenaga kerja yang mengais rezeki di ladang tetangga
Anak-anak yang tak mengenal dunianya

Selamat ulang tahun negeriku
Kupersembahkan untukmu sebuah Kado Cinta
Untuk kebahagiaan anak-anak negerimu
Yang mewarisi darah para pahlawanmu.
Bontang, 17 Agustus 2009

Menyemangati kemerdekaan dengan cinta
Jumat, Juli 10, 2009 0 komentar

My Family

Family Picture 
Senin, Juni 08, 2009 0 komentar

Distribusi Raskin


Realisasi Pendistribusian Raskin di Kelurahan Bontang Lestari untuk bulan April, Mei,Juni. Setiap keluarga miskin mendapat jatah 15kg perbulan dengan harga Rp. 1.600 ,-/kg sehingga pendistribusian kali ini masing-masing mendapat 45kg dengan total harga Rp. 72.000,-
Minggu, Juni 07, 2009 0 komentar

Ketika Hukuman Mendominasi Pendidikan Anak

Perilaku anak yang sedang dalam proses mencari model pribadi harus dapat dipandu, bukan dikendalikan apalagi dipaksakan. Ketika dalam masa perkembangan dimana anak selalu ingin mencari tahu segala sesuatu dengan caranya sendiri, orang tua atau pendidik kadang tak sabar karena menganggap perilaku anak yang sering tak terkontrol merupakan bentuk 'kenakalan' yang harus dicegah.
Langkah langkah antisipatif yang diambil terhadap anak untuk mencegah perilakunya justeru dianggap sikap tak suka terhadap dirinya sehingga anak bisa mengambil sikap pasif atau sebaliknya menjadi hiperaktif dan melakukan perlawanan. Anak yang pasif cenderung bermalas-malasan dan yang aktif akan semakin bertingkah, dan kedua sikap ini membuat orang tua semakin kebingungan. Semakin keras sikap orang tua, semakin sikap anak susah dikendalikan. Jika sudah demikian orang tua biasanya akan mengambil jalan pintas dengan memberikan HUKUMAN kepada anak.
Ketika anak sudah terbiasa dengan hukuman, sikapnya semakin tak terkontrol dan orang tua juga semakin ringan tangan melayangkan 'pukulan'. Jika hal ini terjadi, sesungguhnya orientasi orang tua bukan lagi pendidikan, tetapi pelampiasan amarah yang tak tertahan. Orang tua kadang berkilah jika hal ini dilakukan demi kebaikan anaknya, tetapi mereka tidak sadar kalau justeru telah merusak masa depan anaknya. Orang tua seperti ini bahkan terkadang mencari-cari kesalahan anaknya sehingga kesalahan kecilpun akan dibesar-besarkan dan anak pun akan menganggap orang tua sebagai 'monster' menakutkan yang harus dilawan atau dijauhi.
Jumat, Juni 05, 2009 0 komentar

Liburan Idul Fitri


Saat liburan Idul Fitri 1429 H. di Palu, Sulawesi Tengah.
Kamis, Juni 04, 2009 0 komentar

Jalan Sehat Merdeka

Nailah Adhwa Atiqah
Dalam rangka memperingati HUT RI ke-63 tahun 2008 diadakan jalan Sehat Merdeka oleh TK ISLAM TERPADU BAITURRAHMAN
Rabu, Juni 03, 2009 0 komentar

Nailah Adhwa Atiqah


Jadi murid TK Islam Terpadu Baiturrahman, Atiqah kecil mulai mengenal dunia belajar formal. Atiqah yang mewarisi sedikit sifat kalem orang tuanya memang agak susah mengarahkannya. Di saat harus bicara ia kadang membungkam sejuta rahasia, tapi di lain waktu diharap diam malah bertingkah tanpa kendali. Semoga kau jadi anak shalihah, Atiqah. Amien yaa Rabbal Alamien.
0 komentar

KTP


M. Ihsan, S.STP.,Kasi Tata Pemerintahan (KTP) Kelurahan Bontang Lestari saat kerja bakti Jumat pagi terjebak dalam blitz kamera yang menghantam lehernya. Untung jenggotnya masih utuh.
0 komentar

TERORIS vs ZIONIST

TERORIS VS ZIONIS


Semuanya berteriak, tetapi dengan suara yang berbeda. Semuanya bereaksi, tetapi dengan cara yang berbeda. Dari teriakan dan aksi-aksi mereka disambut dengan tanggapan dan reaksi sesuai suara dan cara mereka.
Tetapi tahukah Anda, niat masing-masing yang tersembunyi di balik tirai hati mereka. Anda berhak menganggap mereka penjahat ataupun pahlawan. Kalau penjahat, Anda bisa menunjukkan siapa yang mereka zhalimi, kalau pahlawan pun, siapa yang dibela, Anda boleh menyebutnya.
Bom meledak,...................................”teroris !”
Rumah ibadah terbakar,.................................”teroris !”
Aksi bom bunuh diri,............................................”teroris !”
Fanatik pada suatu agama,...................................”teroris !”
Mengapa hanya satu kata itu yang terus berulang ? Mungkinkah modus dari semua aksi-aksi itu sama ataukah sumber pelakunya memang sama ? Hanya satu ? Tidak, tidak. Tidak akan kuteruskan pertanyaan yang tak butuh jawaban itu. Karena mungkin Anda akan menuduhku berpihak atau mendukung satu atau keseluruhan aksi-aksi mereka. Maaf, aku berburuk sangka seperti itu, tetapi dapatkah Anda menunjukkan sikap waspada yang lebih aman daripada kecurigaan yang intinya buruk sangka itu ?
Pernahkah Anda juga bertanya setidaknya di dalam hati : Siapa yang meneriakkan satu kata itu ? Anda mengerti kan, maksudku ? Okey, bertanya ataupun tidak, itu hak Anda. Untuk lebih aman, kita sama-sama diam. Dan marilah kita saksikan anak-anak dan wanita yang dibantai, diusir ataupun mengungsi dari tanah kelahirannya. Di sekitarnya berdesingan suara meriam, peluru-peluru kendali, roket-roket penghancur yang siap meluluh-lantakkan apa saja yang digapainya. Peluru-peluru itu tak punya mata, roket-roket itu tak punya hati. Tapi peluru dan roket itu tidak terbang dengan sendirinya, kawan....!
Baik, Anda katakana itu adalah sebagai bagian dari upaya memberantas para teroris. Ataupun tindakan untuk membela bangsa dan tanah air. Dan bolehlah Anda menyebut mereka pahlawan yang meminta tumbal darah dan air mata, anak-anak yang kehilangan orang tua, istri-istri yang menjadi janda, perumahan dan fasilitas publik yang rata dengan tanah.
Sekarang, marilah kita menarik nafas dalam-dalam untuk mensuplai oksigen ke otak kita. Selanjutnya dapatlah kita berfikir jernih sehingga dapat kita saksikan bercak-bercak yang tersisa di setiap alur kehidupan ini. Tenangkan hati untuk tidak terburu menilai, karena salah kita menilai, akan salah pula kita bersikap dan bertindak. Tang jelas, memilih jalan yang benar dan teguh memegang kebenaran “tidak sah” dikatakan teroris. Dan melenyapkan stigma “terorisme” sama sulitnya dengan melawan “zionis”. Siapa pun yang salah, jangan katakan “akulah yang paling benar”.
Bontang Lestari, 08 Agustus 2006
0 komentar

TERORIS CALON PENGHUNI SURGA

TERORIS CALON PENGHUNI SURGA

Heran aku melihat dunia...! Ketika kejahatan merajalela. Ketika kebejatan moral makin menggejala. Ketika rasa malu tak lagi ditempatkan sebagaimana mestinya. Muncullah pejuang-pejuang modern yang didukung kecanggihan teknologi informasi menggemakan suara-suara. Tapi bukan memberantas kejahatan, bukan menyelamatkan moral yang bejat dan bukan mengembalikan rasa malu pada tempatnya. Mereka malah sibuk memerangi orang-orang yang dianggapnya asing, aneh dan tak biasa di zaman modern ini.
Orang-orang yang dianggap asing dan aneh itu adalah mereka yang senantiasa penuh semangat menegakkan Islam dalam diri mereka dan selalu berjuang untuk menegakkan Islam secara keseluruhan di tengah masyarakat. Bagaimana tidak mereka dianggap aneh. Di saat pergaulan sedemikian bebasnya, mereka justru sibuk menjaga hijab. Di saat gaya busana sedemikian modernnya mengikut era digital yang serba praktis dengan perangkat-perangkat kecil (min) dapat mengendalikan pesawat atau alat- alat raksasa, maka pakaian juga diperkecil dan sudah dianggap mampu menutupi rasa malu. Tetapi orang-orang aneh itu justru mengibarkan pakaian panjangnya sehingga terkadang yang tampak hanya sebelah matanya.
Orang-orang asing dan aneh itu kemudian disebutnya muslim fundamentalis, militan dan yang paling kejam adalah mereka disebut teroris. Mereka disebut teroris karena dianggap berbahaya yang dapat menghancurkan tatanan dunia modern. Lebih tragis lagi, ketika saudara-saudara mereka sesama muslim ikut mengutuk, memerangi dan juga menyebut mereka teroris. Jadilah mereka bulan-bulanan modernitas dalam perangkap jaring teknologi informasi yang menebar fitnah dengan tangan-tangan “ghaib”nya.
Selanjutnya bagi kita yang belum mengambil posisi dan sikap di antara mereka, kemanakah kita akan berpijak ? Dengan mata apakah kita akan menatap dan dengan kerangka pikir apa kita akan menelaah dan menganalisis situasi yang penuh ranjau dan jebakan ini ? Akankah kita membela satu kelompok lalu mengutuk dan memerangi kelompok lainnya ? Siapakah yang akan kita bela dan siapa yang akan kita perangi ?
Sebelum kita jauh melangkah, marilah kita teguhkan pendirian kita di atas prinsip-prinsip yang benar dengan dasar yang fundamental. Kita abaikan dulu stigma fundamentalis yang terlanjur miring cetakannya dalam kamus modernitas. Bagaimanapun juga, hal ini kita perlukan agar tidak ikut terjaring dalam “Fitnah Teknologi Informasi” dengan perangkap-perangkap halusnya. Lalu di manakah akan kita dapatkan prinsip yang benar dan dasarnya yang fundamental itu ? Di sini tidak banya kesulitan yang dihadapi manakala manusia menyadari asal kejadiannya.
Kita tidak dapat mengelak dari kenyataan bahwa, manusia yang gagap teknologi adalah ciptaan Allah dan manusia yang melek teknologi juga ciptaan Allah. Manusia yang berotak udang adalah ciptaan Allah dan yang berotak cemerlang juga ciptaan Allah. Nah, manusia yang dikatakan berotak cemerlang itu kemudian mampu melahirkan rekayasa informasi yang pelik dimana tak mampu dibaca oleh yang berotak udang. Tapi mampukah ”Si Otak Cemerlang” itu merekayasa informasi sedemikian canggihnya sehingga Allah Yang Maha Pencipta tak mampu membacanya ? Dimana otak cemerlang –kebanggaannya- tidak ada artinya dibandingkan dengan Kemahakuasaan-Nya dan Keluasan Ilmu-Nya. Ciptaan siapakah otak cemerlang itu ?
Baik, di sini si otak udang dan si otak cemerlang akan sama sepakat jawabannya, kecuali bagi mereka yang munafiq dan mengingkari kenyataan yang telah diakui oleh hatinya. Setelah kita sadari bahwa semua yang ada berasal dari-Nya, maka pijakan kita, prinsip kita dan dasar kita untuk melangkah tak ada pilihan lain kecuali harus bersumber dari-Nya. Dan Dia lah yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus dimana rambu-rambunya telah digambarkan dalam kitab-Nya dan kita atelah dituntun untuk melaluinya dengan dipandu oleh utusan-Nya, Rasulullah Muhammad SAW. Jadi dasar kita adalah pengakuan bahwa tak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Dari sini kita menemukan prinsip bahwa tatanan dunia harus dibangun atas tegaknya hukum Allah sebagaimana telah dicontohkanb oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Sekarang posisi kita semakin jelas, bahwa kita dengan dorongan fitrah hendak menegakkan hukum Allah sebagai konsekuensi penciptaan atas ciptaan-Nya. Menghadapi situasi kehidupan dimana terdapat banyak penyimpangan dalam faktanya dari yang semestinya, maka tugas kita yang telah mengambil posisi sebagaimana di atas adalah menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar. Itualah tugas sepanjang hayat kita yang tak pernah kenal jeda dan istirahat. Itulah jihad yang menjadi kewajiban bafi setiap hamba Allah dan merupakan jalan lurus (shirathal mustaqiem) untuk menuju pada-Nya.
Selanjutnya kita beralih ke pejuang-pejuang modern dengan dukungan kecanggihan teknologi informasinya. Senjata anadalan mereka adalah HAM (Hak Azasi Manusia) dan musuh utama mereka adalah teroris. Ciri-ciri mereka adalah serba praktis, instan dan pragmatis. Pakaiannya praktis karena mudah dipasang, mudah dicuci dan hemat tempat karena tipis dan pendek. Kehidupannya instan karena untuk mendapatkan keturunan tak perlu repot berurusan dengan ‘penghulu’. Serta pragmatis karena kehidupan dianggap tempat mencari kesenangan, memanfaatkan segala kesempatan untuk memuaskan kehendak nafsu.
Di balik tirai modernitas dan tameng HAM “pejuang-pejuang” ini mengkampanyekan kehidupan yang permisif tetapi di sisi lain menentang keras orang-orang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Terutama kepada kelompok-kelompok tertentu yang menggunakan segala kekuatan untuk melakukan nahi munkar dengan cara memberantas perjuadian dan prostitusi serta tempat maksiat lainnya, ini dianggap sebagai pelanggar-pelanggar HAM karena tidak memberikan kebebasan orang untuk melegalkan prostitusi, meresmikan perjudian dan menghalalkan perbuatan maksiat.
Dengan kecanggihan teknologi informasi yang diintegrasikan dengan kelicikan, mereka berhasil menutupi kebejatan kaum zionis yang menindas, membunuh serta memperkosa wanita-wanita muslimah, tetapi sebaliknya bagi para mujahidin yang rela mati demi kehormatannya, tanah airnya dan terutama aqidahnya diangkat dalam berita sebagai pelanggar-pelanggar HAM dan teroris. Ketika para mujahidin ini mendapat supply persenjataan dari negara tertentu, mereka mengutuk negara tersebut sebagai negara pendukung teroris, walaupun mereka sendiri yang lebih dahulu memberikan dukungan kepada musuh-musuh Islam sambil bersorak dengan bangga. Ketika syariat Islam hendak ditegakkan di suatu negeri, mereka mati-matian menentangnya dengan alasan akan menjadi cikal-bakal pelanggaran HAM di mata mereka. Negara Islam yang memiliki kemapanan teknologi terutama persenjataan akan difitnah dengan tuduhan akan mengancam perdamaian dunia. Sementara jauh sebelumnya “mereka” telah melakukan genocide (pemusnahan ras), perbudakan terhadap suku-suku tertentu yang mereka anggap sebagai makhluk setengah manusia dan mereka menyebut dirinya sebagai makhluk setengah malaikat.
Inilah sebagian kecil dari gambaran pejuang-pejuang modern itu dengan slogan-slogan HAM dalam persepsi mereka sendiri. Penguasa-penguasa negeri tak kuasa membendung aksi-aksi mereka karena mereka di-back up kekuatan besar negara-negara tertentu. Sesuatu yang salah dalam pandangan kita dapat menjadi benar bila mereka menyuarakannya dan akan dipercaya oleh yang mendengarnya. Inilah fitnah besar zaman kini dimana kebenaran bergaung lemah sementara kebatilan mengalun syahdu dengan suara yang mendayu-dayu.
Dan siapakah orang-orang asing dan aneh itu ? Yang fundamentalis, militan dan teroris ? Kita akan mencoba menelusuri makna katanya dan alasan peristilahannya. Fundamental mengandung makna sesuatu yang bersifat mendasar dimana segala sesuatu harus mengacu padanya. Islam dapat dianggap sebagai suatu ideologi yang harus mendasari setiap gerak hidup manusia, tetapi dalam kenyataannya banyak sistem di dalamnya yang belum diterapkan bahkan dilanggar. Ummat Islam yang menyadari hal ini kemudian melakukan upaya sungguh-sungguh yang dikenal dengan istilah jihad untuk menegakkan sistem Islam secara keseluruhan (kaffah) dalam kehidupan. Jika Islam dianggap sebagai sesuatu yang mendasar (fundamental), mungkin dari sini awal istilah fundamentalis ditujukan kepada sekelompok masyarakat muslim yang selalu gigih memperjuangkan tegaknya syariat Islam. Walaupun sesungguhnya istilah fundamentalis sangat tidak tepat sasaran ditujukan kepada para mujahid tersebut karena sebagaimana dijelaskan dalam kamus Oxford bahwa “fundamentalism” adalah : “maintenance of the literal interpretation of the traditional beliefs of the Christian religion.” dan “fundamentalist” adalah : “supporter of fundamentalism.” Jadi istilah fundamentalisme atau fundamentalis itu lebih tepat ditujukan kepada kaum Kristen traditional yang ingin mempertahankan kepercayaannya dari pengaruh modernisasi.
Kemudian istilah militan mengandung makna kesiapan untuk menggunakan segala kekuatan demi tercapainya suatu tujuan. Karena pentingnya tujuan yang dimaksud, maka dalam melakukan aksinya kadang melakukan tekanan atau paksaan. Tekanan atau paksaan yang dilakukan dapat berwujud tindakan keras yang menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat. Tindakan semacam inilah yang disebut teror, sehingga kelompok militan kini lebih dikenal dengan istilah teroris.
Kini ketiga istilah tersebut –di samping istilah miring lainnya- telah menyatu pada gelar yang disandangkan secara tidak resmi kepada kelompok-kelompok yang telah dijelaskan di atas yang di awal tulisan ini disebut orang asing dan aneh. Tetapi kita tidak akan serta-merta ikut menjustifikasi istilah ini sebelum mengenal mereka lebih jauh. Tulisan ini tidak untuk memperkenalkan siapa sebenarnya mereka, tetapi sekali lagi, hanya mengajak kita untuk senantiasa berhati-hati menerima informasi sebagaimana dipesankan oleh ajaran Islam untuk menyelidiki setiap informasi yang sampai kepada kita. Perlu diwaspadai bahwa tindakan-tindakan teror yang kerap terjadi belum tentu dilakukan oleh kaum muslimin karena musuh-musuh Islam terlalu licik dan lihai memainkan informasi. Penguasaan mereka terhadap media telah mencoreng muka seluruh kaum muslimin tanpa kecuali. Boleh jadi di belakang tindakan teror yang muncul ke permukaan dilakukan oleh umat Islam, tetapi sesungguhnya merekalah –musuh-musuh Islam- yang merekayasa situasi untuk menjebak umat Islam.
Hal lain yang perlu diingat juga, bahwa tidak semua sepak terjang kaum muslimin yang selama ini dianggap teror adalah teror yang sesungguhnya. Karena musuh yang tak bermoral akan selalu menganggap salah semua tindakan musuhnya. Contoh sederhana bahwa keinginan umat Islam untuk menegakkan syariat dalam sistem sosial akan dianggap makar oleh mereka yang dalam hatinya selalu menyimpan rasa benci terhadap Islam. Maka hendaknya kita selalu berhati-hati dan mengembalikan sepenuhnya hukum itu kepada Allah karena hanya Allah lah yang berhak menetapkan yang haq dan yang bathil.
0 komentar

Nyantai Aja


Di pantai Lhoktuan
0 komentar

Kerja Bakti


Jumat pagi mesti segar. Kerja tanpa berbaju nampaknya lebih menyegarkan biar bau gak lengket. Tapi...... menyebar ke mana-mana. Maaf yaa atas aroma ini....
0 komentar

Kerja Bakti


Kerja bakti yang dilaksanakan setiap Jumat pagi di Kantor Kelurahan Bontang Lestari, Kec. Bontang Selatan, Kota Bontang. Tampak Pak Amhar sedang memotong rumput dengan mesin andalannya. Ck ck ck....!
 
;